Oleh: Indri Sudanawati Rozas
Baik. Ijinkan saya sharing sedikit catatan tentang literasi data. Berharapnya yang sedikit ini ada manfaatnya untuk pembaca. Dan harapan paling utama sebenarnya adalah: manfaatnya kembali ke diri sendiri. Menulis bagi saya selama ini merupakan self-learning yang luar biasa. Karena dengan menulis, saya mengendapkan apa yang saya dapatkan. Dan semoga endapan itu bermanfaat untuk saya sendiri di masa mendatang.
Oke, mulai ya.
Dua hari kemarin saya ikut acara bertajuk Konferensi Big Data Indonesia di Hotel Bumi Surabaya. Tagline nya: bertemu, bersinergi, berinovasi.
Sebenarnya saya telah mendengar #IDbigdata ini sekitar 2 tahun lebih, tapi hanya selintas saja. Saat itu di acara yang diadakan oleh BeKraf di Surabaya, idbigdata disebut-sebut oleh mas Rully. Lalu saya buka webnya. Ada komunitasnya ternyata. Ada meet up, ada juga konferensi. Tetapi karena konferensi sebelumnya ada di luar Surabaya maka tak mungkin saya menghadirinya. Biasalah, emak rempong dengan 3 anaknya. Hehe.
Begitu tahu info konferensi di Surabaya. Saya sejak jauh hari sudah meniatkan diri untuk all out, menyimak semua pembicara yang sharing apapun di sana. Karena saya sudah lama ingin tahu, implementasi big data ini apa di dunia nyata di luar sana? Sebagaimana kalimat di atas, saya ini orang IT tapi gak update blas. Sedih.
Jadi, di acara kemarin ada 16 pembicara dengan domain keilmuan masing-masing yang luar biasa. Sebagian praktisi, yang membuat solusi bagi negeri dengan bantuan literasi data atau lebih dikenal dengan nama #bigdata. Sebagian lagi akademisi, dengan penelitian berbasis labnya.
Kembali ke judul. Saya tak mungkin membuat resume dari 16 pembicara dalam satu tulisan saja. Saya melalui tulisan ini hanya ingin menyimpulkan, jadi sebenarnya big data ini untuk apa, dan sekaligus menjawab: untuk siapa?
Big data, untuk apa?
Kalau bicara data, maka sebenarnya inilah bahasa universal manusia. Anaknya berapa? Kelas berapa saja? Kelahiran tahun berapa? Lalu kadang: gajimu berapa? Eh bukan itu ya, gak sopan tanya gaji, hehe. Intinya, jika bicara data dalam bentuk angka, maka manusia akan dengan mudah sekali memahaminya.
Maka, jika kita bicara kebutuhan akan individu, kelompok, organisasi, bahkan penyelenggara negara, maka idealnya berbasis data.
Misal: ayo kita buat startup. Oke. Tapi sebelum buat harusnya lihat dulu, kira-kira pasar yang mau dibidik ini gimana datanya. Jangan sampai bikin startup dengan gambling, by intuisi, begitu launching gak ada yang beli. Kan sedih.
Gojek, yang saya dengar 2 tahunan lalu di sebuah acara, sebelum booming seperti sekarang, tahu apa yang CEOnya lakukan? Beliau invest keperluan data dengan “membajak” para lulusan STIS! Mereka ini dibujuk agar tak mau jadi PNS, dan kemudian menjadi data scientist di gojek. Hasilnya? Ya semua yang sekarang ada di dalam gojek. Itu dibuat berbasis data dan behaviour pengguna, alias kita, dan itulah contoh nyata pemanfaatan big data.
Apalagi jika level negara. Wajib hukumnya membuat program dan kebijakan serta alokasi anggaran berbasis kebutuhan, by data. Kenapa? Ya agar tepat, menjawab kebutuhan faktual di lapangan. Itu sebagian kesimpulan yang saya dapatkan dari paparan yang disampaikan oleh pak Bambang Dwi Anggono dari Kemkominfo.
Jadi clear ya. Kalau kita memutuskan melakukan apapun, idealnya berbasis data. Dan di era ini, data digital begitu bertebaran karena Internet of Thing, bahkan mulai ke Internet of Everything. Maka gunakanlah big data untuk mendukung analisis kita.
Lalu, big data, untuk siapa? Apakah ini urusan orang IT saja? No, no, no… Kita semua, tak peduli domain keilmuan apapun, butuh big data.
Tak percaya? Politik misalnya. Lihat saja. Ternyata juga sudah kemasukan “virus” big data. Iyalah, buktinya ada buzzer. Kenapa? Ya karena sekarang jamannya sosial media. Penggiringan opini sangat masif di dalamnya. Buzzer pun main. Bot digunakan. Dll. Kita di sini siapa? Korban? Pemain? Atau penganalisis? Mari berfikir.
Jadi kesimpulannya, untuk apa dan siapa big data ini? Ya untuk kita semua. We communicate with numbers. We motivate with numbers. Organizations are driven by numbers. Begitu kata salah satu pembicara. Dan di era big data, numbers begitu bertebaran, jika kita tak bisa memanfaatkan, maka kita akan ditinggal oleh jaman. Karena tak bisa membaca situasi di lapangan.
Mungkin sekian renungan pagi ini. Terimakasih IDbigdata. Semoga kita semua bisa memberikan sumbangsih nyata untuk negara melalui aktifitas kita dengan berbasiskan analisis data yang demikian tersebar di mana-mana di era 4.0 ini.
Surabaya, 21 November 2019.